Sabtu, 30 Januari 2016

Filosofi Tri Hita Karana dalamTradisi "Nimpung" di Nusa Penida

Tradisi Nimpung Nusa Penida
Nimpung menurut tetua adat setempat disebutkan memiliki arti secara harfiah yaitu berasal dari kata nimpung yang berarti menghantam dengan saling melempar. Pelaksanaan tradisi ini sebagai lanjutan dari upakara Don Kayu Samah di desa setempat , yang bermakna syukur terhadap tumbuh-tumbuhan , setelah berbuah dengan baik. Dia menegaskan , tradisi ini berlangsung tidak tentu. Biasanya pelaksanaannya baru digelar warga setelah musim panen tiba. "Jadi tidak setiap tahun dilaksanakan".

Aktualisasi Tri Hita Karana dalam salah satu tradisi yang hingga kini dilestarikan oleh masyarakat Nusa Penida, Klungkung. Tradisi itu bernama Nimpung yang merupakan wujud rasa syukur masyarakat terhadap karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tradisi setiap musim panen tiba ini berlangsung di Desa Pekraman Semaya , Kecamatan Nusa Penida, Klungkung. Tepatnya pada Anggara Kasih Tambir. Saat itu warga setempat berkumpul di Balai Banjar Semaya dengan menggunakan pakaian adat. Sebelumnya, warga setempat menghaturkan hasil bumi mereka yang telah dirangkai menjadi banten pajegan di sebuah palinggih Padmasana di simpang empat desa setempat. setelah usai sembahyang bersama, Sorak sorai sambil melemparkan Jajan, buah-buahan, ikan bakar dan tidak terkecuali ayam panggang ke warga desa yang lain.

Saling tantang pun terjadi, tawar menawar untuk melempar dan dilempari makanan. Ada senang dilempar ketika makanan yang dilemparkan lezat , mengenai  tubuh tidak terlalu sakit seperti ayam bakar.  Tidak sedikit pula ada mengaduh kesakitan saat yang dilempar dengan kencang, terlebih yang dilempar apel dan  salak. Suara tawa pun memecah ditengah keramaian nimpung yang unik. Apabila tradisi  nimpung dilestarikan,  tentunya  menjadi atraksi wisata unik di Nusa Penida, seperti  perang ketupat di Kapal.

Disisi lain pengelingsir desa yang berperan memberikan aba aba dimulai tradisi ini pun menyiapkan diri berbekal sound system .Suasana semakin ramai dan penuh suka cita setelah diberikan aba tandanya mulai oleh pengelingsir desa. Warga mulai mengambil aneka buah, jajan , hingga ayam panggang dan bagian banten pajegan lainnya. Semua itu digunakan warga untuk saling lempar. Seolah -olah larut dalam kesenangan, tidak ada yang merasa kesakitan , atau sampai memiliki rasa dendam ketika kena lemparan. Tradisi Nimpung seolah-olah membuat warga melupakan sejenak ketika mengalami kesulitan pangan saat musim kemarau dan berbagai persoalan lainnya sebagai masyarakat di wilayah kepulauan. Tradisi ini tergolong unik, cara bersyukur yang terbalut dalam tradisi Nimpung ini juga masih lestari sejak dulu hingga kini.

Apabila tradisi Nimpung terus dilestarikan , tentu ini menjadi atraksi wisata unik di Nusa Penida. Seperti halnya tradisi Siat Sampaian di Gianyar dan Kintamani , Bangli. Perang makanan itu berlangsung lebih dari satu jam. Di akhir tradisi , semua mendapatkan makanan, buah dan jajan milik peserta Nimpung Lainnya, dan itu disantap bersama. Tradisi Nimpung merupakan aktualisasi pelaksanaan Tri Hita Karana di desanya. Di mana, unsur parahyangan tampak ketika masyarakat berupaya menyelaraskan hubungan dengan Ida Sanghyan Widi Wasa melalui persembahyangan bersama sebagai wujud syukur atas karunia Beliau yang melimpah hasil pertanian dan peternakan. Unsur Pawongan yang merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan sesama, tampak ketika masyarakat saling akrab bergembira dalam tradisi nimpung tersebut. Menjaga hubungan harmonis alam (palemahan) dilakukan melaui pelestarian sarwa prana prani atau semua unsur tumbuh-tumbuhan dan binatang hasil pertanian dan peternakan warga. Hasilnya digunakan warga untuk persembahan sebagai wujud rasa syukur.



Minggu, 17 Januari 2016

PEMERINTAHAN HINDU

pemerintahan hindu dharma
Pengelolaan pemerintahan menurut agama Hindu.
Pemimpin Pemerintahan.
Dandaniti dharma atau pengelolaan pemerintahan mempersyaratkan adanya seorang pemimpin yang sempurna. Lalu, siapakah pemimpin sempurna itu?, teks -teks kesusasteraan Hindu menyebut seorang pemimpin hendaklah seorang yang disebut "rajarsi". Sebagai puncak pengelola pemerintahan, seorang "rajarsi" memegang kekuasaan mutlak . Puncak pimpinan pemerintahan haruslah bijaksana adn virtous. Menurut Artha sastra, seorang pemimpin yang disebut rajarsi ialah orang yang memiliki ciri sebagai berikut: 
1.Memiliki kontrol diri, mampu menolak godaan yang datangnya dari indria duniawi;
2.Memupuk kecerdasan intelektual dan mengadakan asosiasi dengan orang yang lebih tua (pengelingsir senior);
3.Senantiasa membuat mata terjaga melalui intelejen (mata-mata , spies).
4.Selalu aktif mempromosikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat. (welfafe of the people),
5.Memastikan ketaatan masyarakat terhadap ajaran dharma melalui penegakan aturan dan memberikan contoh,
6.Senantiasa mengupayakan disiplin diri dengan mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan,
7.Mengabdikan diri kepada masyarakat dengan niat sungguh-sungguh mensejahterakan masyarakat.

Di Samping itu, sebagai seorang pemimpin yang senantiasa menjadi panutan masyarakat, maka harus pula :
1. Menjauhkan diri dari keinginan untuk memiliki istri banyak;
2. Tidak mempunyai keinginan untuk memiliki kekayaan banyak.
3. Mempraktekkan ajaran ahimsa dengan benar.
4. Menghindarkan diri dari impian semu (khayalan) setiap hari, ketidakteraturan, upaya berdusta , dan melakukan pemborosan , dan
5. Menghindari hubungan dengan orang-orang yang berbahaya  dan terlibat dalam kegiatan yang berbahaya.
Dalam ajaran agama Hindu bahwa artha (dalam arti ekonomi) sangat penting. Dharma dan karma keduanya masing-masing berdiri sendiri secara bebas.Seorang Rajarsi harus selalu respek kepada pendeta kerajaan (penasehat agama) dan birokrat yang senantiasa memperingatkannya agar membuat keputusan-keputusan yang tepat, tidak menyalahi aturan agama dan pemerintahan yang berlaku.
Bila seorang pemimpin (yang bersifat Rajarsi) selalu enerjik, maka akan orang -orang yang dipimpinnya juga akan enerjik.Sebaliknya bila melempem(dan tampak malas penampilannya saat melakukan tugas), maka orang-orang yang dipimpinnya juga akan melempem dan berbuat malas. Seorang pemimpin Rajarsi, harus senantiasa aktif dalam manajemen ekonomi. Akar dari tiadanya kesejahteraan (ekonomi) ialah tiadanya aktivitas dan pemberian penekanan terhadap aktivitas material. Dengan tiadanya (buah kegiatan ekonomi) berupa aktivitas ekonomi, akibatnya, baik kemakmuran yang dinikmati saat ini maupun pertumbuhan ekonomi di masa depan akan hancur.

Tentang kepemimpinan banyak sekali tersebar dalam berbagai kitab suci dan susastra Hindu. Kitab Atharwa Veda : 3.4.1 , misalnya menjelaskan tentang kepemimpinan Hindu dalam sloka 3.4.1 : 
" Wahai pemimpin negara , datanglah dengan cahaya, lindungilah rakyat dengan penuh kehormatan , hadirlah sebagai pemimpin yang utama, seluruh penjuru memanggil  dan memohon perlindunganmu, raihlah kehormatan dan pujian dalam negara ini."

Sloka di atas , menunjukkan doktrin pemimpin yang harus mampu sebagai pelindung rakyat. Selain itu, pemimpin harus pula memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara sungguh-sungguh. Sloka Atharva Veda menyatakan :
"Bilamana seorang pemimpin dalam sebuah negara selalu mengikuti kebenaran dan dharma, serta mencukupi kebutuhan rakyatnya, maka semua orang bijaksana dan tokoh masyarakat akan mengikuti dan menyebarkan dharma kepada masyarakat luas".

Nitisastra sloka 1.11 menyuratkan pula secara simbolik penggambaran hubungan yang erat antara seorang pemimpin dengan rakyatnya. Sloka tersebut berbunyi sebagai berikut :
"Orang tidak boleh tanpa Asraya(tempat mohon bantuan) namun usahakanlah Mahasraya. Lihatlah itu si ular naga yang mencari tempat berlindung pada Bhatara Siwa karena Baktinya ia dijadikan kalung oleh Bhatara Siwa. ketika burung Garuda datang (musuh ular) terpaksa ular itu dihormati pula."
Jelaslah sloka tersebut menunjukkan betapa kehormatan seorang pemimpin berkorelasi erat dengan rakyatnya. Kehormatan seorang pemimpin ialah kehormatan bagi masyarakatnya sendiri. Kebesaran seorang pemimpin, kebesaran pula bagi rakyatnya.

Konsepsi Asta Brata berwujud dalam diri manusia (pemimpin) sebagai delapan Dewa, yaitu  Hyang Indra, Yama, Surya, Candra, Bayu, Kuwera, Baruna, Agni, yang bersemayam sebagai sifat yang dimiliki. Kedelapan sifat itu harus dieksploitasi secara maksimal dalam rangka memimpin masyarakat menuju kesejahteraan yang kekal dan abadi. Itulah sebabnya kedelapan dewa yang bersemayam itu disebut Asta Brata karena harus diniatkan atau diwujudkan dalam tindakan dan perilaku.

INSTRUMEN PENGELOLAAN PEMERINTAHAN.
Dandaniti dharma mencakup empat hal penting yang merupakan tujuan fundamental dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat. Terdiri dari :
1.Alabha Labhartah, yaitu menggali pendapatan negara dari apa yang belum didapat. Rajarsi bersama instrumen pengelolaan pemerintahannya berupaya secara inovatif melakukan diversifikasi untuk membuka peluang pendapatan agar selalu lebih besar dari sebelumnya.
2.Labdha Parikhsana, yaitu sistem pengelolaan pemerintahan haruslah mampu menjaga apa yang sudah didapat agar tidak berkurang dan tetap utuh. Akuntabilitas pengelolaan kekayaan negara diupayakan dengan sempurna agar kekayaan negara yang telah didapat tidak berkurang.
3.Rakhsita vivardhani, yaitu pendapatan negara yang telah didapat dijaga ketat agar tidak berkurang dan dikembangkan agar senantiasa bertambah banyak. Jadi investasi dan diinvestasi sumber daya yang dimiliki oleh negara.
4.Vridahasya tirtheshu pratipadani,yaitu apa yang diperoleh dari hasil pengembangan kekayaan negara patut dibagikan kepada yang berhak menerima (sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya).

keempat hal penting tersebut dalam dadaniti dharma berkaitan langsung denga artha yang merupakan tivarga, yaitu dharma, artha, dan kama. Artha tidak hanya dipergunakan untuk memenuhi kama (pemenuhan kebutuhan duniawi), juga dipergunakan untuk pemenuhan dharma. Terpenuhinya kama merefleksikan pemenuhan kesejahteraan masyarakat dalam kehidupan nyata dan pemenuhan dharma merupakan pemenuhan kesejahteraan masyarakat untuk mengeksrpresikan religiusitasnya. Ketiga pilar itu (trivarga) dalam sistem teologi Hindu bermuara pada tujuan hidup manusia Hindu, yaitu mokhsa (pembebasan abadi), ketiganya bertujuan untuk memberikan ruang yang nyata bagi tercapainya tujuan hidup sebagai gaya hidup yang diberkati.Disini terefleksi adanya upaya aktif secara kolektif untuk mencapai tujuan hidup manusia Hindu. Tidak saja dapat dilakukan dengan cara kontemplasi keras melalui jalan jnana marga saja. Namun dapat dilakukan secara bersama-sama melalui tata kehidupan bermasyarakat yang terkoordinatif dalam sistem bernegara.

Selain empat hal tersebut diatas, ada dua hal yang penting dalam sistem pengelolaan pemerintahan atau dandaniti dharma, yaitu :
1.Rakshita vivardhini, yaitu pengusahaan sumber sumber daya alam dalam pengembangan pendapatan rasional negara.
2.Vriddhasya tirtheshu pratipadani, yaitu kaitannya tata kelola pemerintahan dengan sistem politik.
Melalui keenam hal fundamental tersebut, tampaklah konsepsi dandaniti dharma bahwa kekayaan negara (artha) dalam lingkaran trivarga(dharma, artha, kama) yang menjadi tujuan. Ketiganya merupakan refleksi pemenuhan kebutuhan hidup sehat dan sejahtera. Secara implisit tersirat bahwa upaya yang dilakukan oleh seorang Rajarsi dalam dandaniti dharma ialah menjamin pemenuhan trivarga itu demi tercapainya tujuan hidup manusia Hindu (moksa).
Terdapat tujuh unsur penting didalam negara berkaitan dengan kedudukan Rajarsi dan wilayah negara, yaitu : swamina(kepala pemerintahan; rajarsi), kosha (pengelola kekayaan),  amatya (birokrasi pemerintahan), janapada(penguasa wilayah), durgha(benteng pertahanan), denda (bala) (petugas keamanan; tentara dan kepolisian), dan mitra (sekutu). Ketujuh unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dalam badan-badan politik. Pemisahannya satu sama lainnya akan menyebabkan ketimpangan makna kesatuan negara sebagai institusi holistik.
Tujuh instrumen pengelolaan pemerintahan dalam dandaniti dharma disebut saptangga (tujuh badan). Yang esensial dari suatu negara ialah teritorial, penduduk, kesatuan, dan organisasi negara.

Ketujuh instrumen tersebut berperan sebagai berikut :
1. Svamina (kepala pemerintahan; rajarsi) berperan sebagai pemersatu keutuhan instrumen instrumen secara keseluruhan; sebagai kepala pemerintahan, keseluruhan instrumen yang lain tunduk pada perintah svamina yang diidentifikasi sebagai rajarsi;
2.Kosha(pengelola kekayaan) , bertanggung jawab terhadap kekayaan negara, menggali potensi pendapatan negara di dalam negeri maupun ke luar negeri.
3.Amatya (birokrasi pemerintahan) berperan sebagai pengelola tata birokrasi pemerintahan yang diperlukan untuk pengembangan kemajuan negara ,namun juga melaksanakan diplomasi untuk menjaga hubungan harmonis dengan negara lainnya. Atau juga melakukan eskavasi setelah terjadinya penaklukan daerah lainnya oleh pemerintah.
4.Janapada berperan untuk menyatukan wilayah. bertugas memilah-milah wilayah dalam bagian bagian yang jelas. Negara bebas dari wilayah berlumpur, berbukit karang dan mengadung garam. Menetapkan batas wilayah dengan musuh. Selain itu menetapkan wilayah pertanian (kamasila karshkah) , tempat tinggal orang -orang berhati suci dan berbakti (bhahta suchi manushya).
5.Durgha (benteng pertahanan), bertugas menjaga keutuhan wilayah dari serangan musuh bila ada. Selain itu juga melakukan serangan serangan bila diperlukan terhadap musuh dalam penaklukan wilayah.
6.Denda (bala) (petugas keamanan: tentara dan kepolisian), bertugas untuk menjaga keamanan wilayah dari gangguan keamanan dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Dalam hal agresi yang dilakukan oleh pemerintah, denda (bala) ini juga sebagai garda terdepan untuk mengalahkan musuh dan,
7.Mitra (sekutu), betapapun besarnya sebuah negara, memerlukan pula sekutu yang diperlukan sebagai sahabat, kegiatan ekonomi, dan dalam rangka menyerang musuh yang mengganggu dari luar.



















Sabtu, 02 Januari 2016

Upakara "Ngusaba Tegen" di Kedisan Kintamani

ngusaba tegen kedisan kintamani bangli bali

Ngusaba Tegen di Kedisan, Kintamani Bangli biasanya dilaksanakan setiap tahun sekali. Tepatnya pada pinanggal 2-3 sasih ketiga sesuai Kalender Bali. Prosesi ngusaba tegen dilaksanakan dengan cara berjalan beriringan sambil mengusung banten. Tidak hanya diusung kaum perempuan, kaum laki-laki dalam prosesi ini juga ikut ambil bagian. Kaum laki-laki akan memikul banten dengan cara ditegen, sementara kaum perempuan dalam prosesi ini mengusung banten. Tidak hanya diusung kaum perempuan, kaum laki-laki dalam proses ini juga ikut ambil bagian. Kaum laki-laki akan memikul banten dengan cara ditegen, sementara kaum perempuan dalam prosesi ini mengusung banten gebogan dengan cara disuun. Mereka berangkat dari desa menuju tempat prosesi upacara ngusaba tegen, yakni di Pura Dalem Praja Pati setempat.

Ngusaba tegen merupakan suatu bentuk upacara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat di beberapa daerah.Upacara ngusaba biasanya dilakukan untuk memohon keselamatan dan kemakmuran. Di Bali ada banyak jenis ngusaba yang dikenal masyarakat. Salah satunya ngusaba tegen atau ngusaba tagtag yang dilaksanakan masyarakat di Desa Kedisan, Kintamani. Sesuai dengan namanya, sarana sesajen yang digunakan dalam ngusaba tegen berupa hasil pertanian dari masyarakat seperti sayur-sayuran, buah-buahan, ikan dan lainya dibawa dengan cara ditegen (dipikul). Sementara disebut juga Ngusabha Tatag karena saat nunas tirta mesti dilakukan dengan cara menaiki tangga atau yang dalam bahasa bali disebut tatag.

menurut warga , dalam ngusaba tegen sarana banten berupa ikan atau jajan yang dipergunakan tidak boleh digoreng. jajan atau ikan yang dipergunakan sarana banten harus dikukus, direbus, atau dibakar. " Sarananya sama sekali tidak boleh menggunakan gorengan. Harus direbus, dikukus maupun dibakar, " Tegasnya, jika pantangan itu dilanggar diyakini akan bisa mendatangkan marabahaya bagi warga.Tradisi unik lainnya untuk mengetahui jumlah kepala keluarga yang ada di Kedisan, di saat yang bersamaan masing-masing kepala keluarga juga diwajibkan menghaturkan nasi. Nasi yang dihaturkan jumlahnya ditakar menggunakan tempurung batok kelapa. Setelah semua nasi terkumpul, masyarakat akan menghaturkannya sebagai bebantenan lalu dilanjutkan dengan melaksanakan pepranian. Semua masyarakat wajib menikmati nasi tersebut secara bersama-sama dengan tujuan untuk menumbuhkan dan mempererat rasa kekeluargaan warga. 

Selain mengumpulkan nasi sensus penduduk secara tradisi juga menggunakan sarana "uang kepeng" untuk mendapatkan informasi tentang jumlah anggota keluarga dari sebuah populasi masyarakat. Pelaksanaan cacah jiwa di Kedisan dilakukan serangkaian prosesi ngusaba Tegen dilaksanakan. Dalam cacah jiwa ini, masing-masing kepala keluarga diminta mengumpulkan uang kepeng akan mewakili satu jiwa. Nantinya setelah semua warga menyetorkan jumlah uang kepeng sebanyak anggota keluarganya,uang kepeng yang terkumpul akan ditanam di halaman pura setempat. Maksud dari penanaman uang ini adalah untuk menyampaikan kepada Ida Batara yang beristana di Pura Dalem setempat mengenai jumlah keseluruhan masyarakat Desa Kedisan. Menurutnya, data yang didapat dari pelaksanaan cacah jiwa di Kedisan biasanya lebih riil dari data sensus pada umumnya.


 

Arsip dan Catatan Pribadi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger