Sabtu, 02 Januari 2016

Upakara "Ngusaba Tegen" di Kedisan Kintamani

ngusaba tegen kedisan kintamani bangli bali

Ngusaba Tegen di Kedisan, Kintamani Bangli biasanya dilaksanakan setiap tahun sekali. Tepatnya pada pinanggal 2-3 sasih ketiga sesuai Kalender Bali. Prosesi ngusaba tegen dilaksanakan dengan cara berjalan beriringan sambil mengusung banten. Tidak hanya diusung kaum perempuan, kaum laki-laki dalam prosesi ini juga ikut ambil bagian. Kaum laki-laki akan memikul banten dengan cara ditegen, sementara kaum perempuan dalam prosesi ini mengusung banten. Tidak hanya diusung kaum perempuan, kaum laki-laki dalam proses ini juga ikut ambil bagian. Kaum laki-laki akan memikul banten dengan cara ditegen, sementara kaum perempuan dalam prosesi ini mengusung banten gebogan dengan cara disuun. Mereka berangkat dari desa menuju tempat prosesi upacara ngusaba tegen, yakni di Pura Dalem Praja Pati setempat.

Ngusaba tegen merupakan suatu bentuk upacara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat di beberapa daerah.Upacara ngusaba biasanya dilakukan untuk memohon keselamatan dan kemakmuran. Di Bali ada banyak jenis ngusaba yang dikenal masyarakat. Salah satunya ngusaba tegen atau ngusaba tagtag yang dilaksanakan masyarakat di Desa Kedisan, Kintamani. Sesuai dengan namanya, sarana sesajen yang digunakan dalam ngusaba tegen berupa hasil pertanian dari masyarakat seperti sayur-sayuran, buah-buahan, ikan dan lainya dibawa dengan cara ditegen (dipikul). Sementara disebut juga Ngusabha Tatag karena saat nunas tirta mesti dilakukan dengan cara menaiki tangga atau yang dalam bahasa bali disebut tatag.

menurut warga , dalam ngusaba tegen sarana banten berupa ikan atau jajan yang dipergunakan tidak boleh digoreng. jajan atau ikan yang dipergunakan sarana banten harus dikukus, direbus, atau dibakar. " Sarananya sama sekali tidak boleh menggunakan gorengan. Harus direbus, dikukus maupun dibakar, " Tegasnya, jika pantangan itu dilanggar diyakini akan bisa mendatangkan marabahaya bagi warga.Tradisi unik lainnya untuk mengetahui jumlah kepala keluarga yang ada di Kedisan, di saat yang bersamaan masing-masing kepala keluarga juga diwajibkan menghaturkan nasi. Nasi yang dihaturkan jumlahnya ditakar menggunakan tempurung batok kelapa. Setelah semua nasi terkumpul, masyarakat akan menghaturkannya sebagai bebantenan lalu dilanjutkan dengan melaksanakan pepranian. Semua masyarakat wajib menikmati nasi tersebut secara bersama-sama dengan tujuan untuk menumbuhkan dan mempererat rasa kekeluargaan warga. 

Selain mengumpulkan nasi sensus penduduk secara tradisi juga menggunakan sarana "uang kepeng" untuk mendapatkan informasi tentang jumlah anggota keluarga dari sebuah populasi masyarakat. Pelaksanaan cacah jiwa di Kedisan dilakukan serangkaian prosesi ngusaba Tegen dilaksanakan. Dalam cacah jiwa ini, masing-masing kepala keluarga diminta mengumpulkan uang kepeng akan mewakili satu jiwa. Nantinya setelah semua warga menyetorkan jumlah uang kepeng sebanyak anggota keluarganya,uang kepeng yang terkumpul akan ditanam di halaman pura setempat. Maksud dari penanaman uang ini adalah untuk menyampaikan kepada Ida Batara yang beristana di Pura Dalem setempat mengenai jumlah keseluruhan masyarakat Desa Kedisan. Menurutnya, data yang didapat dari pelaksanaan cacah jiwa di Kedisan biasanya lebih riil dari data sensus pada umumnya.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Arsip dan Catatan Pribadi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger