Senin, 14 Juli 2014

TENTANG KORUPSI


"Korupsi" atau "Coruptela" (bahasa Yunani) berarti "mencuri atau mengambil milik orang lain tanpa ijin pemiliknya, Corruptio bahasa lain berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balikkan, menyogok. Diranah pelayanan publik korupsi berarti tindakan pejabat publik, baik politisi, pegawai negeri yang menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepadanya. Lebih dari itu korupsi sebenarnya telah menjamah tataran filsafat, teologi, dan moralitas yang berhubungan dengan impuritas moral atau deviasi ideal. Artinya tindakan korupsi sebenarnya menghasilkan setitik noktah  yang menggores kemurnia jiwa yang menyebabkan terjadi ketidakseimbangan (imperfection) dalam diri manusia.
Lalu bagaimana Hindu memandang Korupsi? Penyebab noktah hitam moral itu dalam Hindu dikenal dengan Panca Ma, yakni madat(narkoba), mamunyah(mabuk-mabukan),madon (mamitra;berzina;), mamotoh(berjudi), memaling (mencuri) , yang harus dihindari memaling sebagai "corruptela" pada dasarnya  berarti mencuri adalah dosa yang harus dihindari.Sejarah korupsi menunjukkan  bahwa , sangsi keras bagi koruptor sudah diberlakukan sejak Ratu Shima memerintah Kalingga (Pra Majapahit) di Jawa Tengah 632 masehi. Rahib Cina I-Tsing mewartakan dalam berita Cina bahwa di Jawa Tengah terdapat kerajaan Ho-Ling yang diperintah seorang ratu Ratu Shima, yang mendidik rakyatnya agar selalu jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Hukuman potong tangan bagi siapa saja yang mencuri, suatu ketika seorang raja dari seberang mengujinya dengang meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak seorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil kantung itu. Namun 3 Tahun berselang kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya, Apa yang terjadi? demi menjungjung hukum Ratu Shima menjatuhkan hukuman mati pada putranya. Namun Dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya,dengan memotong kaki sang pangeran.
Di Bali budaya anti korupsi dibangun sejak dahulu, seperti di Batur ada upacara matiti suara yang merefleksikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kontrol terhadap aturan main pelaksanaan upacara. Istilah seperti "Maling Matimpuh"(Pencuri duduk santai bersimpuh) sebagai sebutan untuk aparat yang mencuri uang negara dengan cara sangat mudah, atau ada juga pantun Lokal Bali 'Pajeng Tetaring; ane ngijeng ane maling" yang mengandaikan betapa mudahnya aparat yang seharusnya menjaga aset negara atau kekayaan masyarakat malah melakukan pencurian(korupsi). Dengan demikian, kearifan budaya Bali telah mengidentifikasi betapa mudahnya aparat negara melakukan tindakan korupsi. Maka korupsi harus diwaspadai, bahkan lembaga pemberantas korupsi, memandang korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa(exta ordinary crime).

Artha Sastra menyebutkan " Api sakya gatir jnatum, Patath khe patatrinam, Na tu pracchannabhavam, Yuktnanam caratan gatih" yang kurang lebih artinya : lebih mudah mendapatkan jejak kaki burung terbang di angkasa daripada mengikuti gerak gerik para pegawai negara yang secara sembunyi sembunyi mengkorupsi uang negara.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Arsip dan Catatan Pribadi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger