Sabtu, 13 Februari 2016

Filosofi Musyawarah kental dalam Mbed-bedan di Semate

mbed mbedan

Tradisi mbed-bedan di Desa Adat Semata ,Abianbase , Mengwi, Badung (Bali), dilakukan warganya sudah ada sejak lama , pernah dikatakan warga upacara ini sempat tidak diadakan selama 40 tahun dan kembali digelar lagi tradisi ini karena disebutkan dalam babad Raja Purana Desa Adat Semate. Dalam Raja Purana dikisahkan , Rsi Mpu Bantas melakukan perjalanan suci ke sebuah hutan yang ditumbuhi kayu putih. Di situ beliau bertemu dengan sanak keturunan Mpu Gnijaya. Beliau sempat bertanya kepada warga, kenapa berada diwilayah hutan ini, karena hutan ini angker, Rsi Mpu Bantas menyarankan warga membuat tempat pemujaan agar selamat. Warga mengadakan musyawarah untuk memberikan nama pura tersebut, tetapi sulit mencari titik temu ; tarik ulur pendapat dan lama menemukan kesepakatan. Rsi Mpu Bantas memberikan nama Kahyangan tersebut Putih Semate , karena wilayah ini ditumbuhi kayu putih dan wilayah itu dinamakan Semate karena warga telah bersatu dalam pikiran dan berketetapan tinggal di wilayah ini sampai akhir hayat. Setelah itu pura desa itu dibuatkan upacara pada Tahun Saka 1396 (1474 M).Rsi Mpu menyampaikan Bhisama " Hai anak anakku sekalian, Karena kalian dalam mengadakan musyawarah terjadi pembicaraan tarik ulur dalam mengambil suatu keputusan , sebagai tanda peringatan , wajib kalian melakukan upacara Mbed-bedan setiap tahun yaitu pada sasih kadasa tanggal pisan (sehari setelah Nyepi) mohon keselematan dan anugrah Tuhan /Hyang Batara dengan mengaturkan upakara daksina suci pada pura yang menjadi sungsungan kalian lengkap dengan segehan. Demikian harus diingat , jangan sampai dilupakan". Berdasarkan Bhisama itulah warga melaksanakan Mbed bedan.

Persiapan warga sebelum melakukan tradisi ini , warga Desa Adat Semate menuju Pura Puseh melakukan persembahyangan bersama. Masing masing krama membawa sarana upakara berupa tipat bantal , dipersembahkan kepada Ida Batara, sebagai wujud syukur telah dianugrahkan kerahayuan . Selanjutnya , krama desa menuju depan Pura Puseh menggelar tradisi Mbed bedan , tradisi ini mirip olahraga tarik tambang. Namun, tali yang digunakan menggunakan batang pohon menjalar, yang oleh masyarakat  Semate disebut Bun Kalot yang diambil di wilayah kuburan Desa Semate. Dalam pelaksanaan tradisi ini peserta lak-laki berhadapan dengan lawan laki-laki , sedangkan peserta perempuan berhadapan dengan lawan perempuan. Mula mula tali dari bun kalot itu dipegang masing-masing lawan dengan jumlah peserta dan kekuatan yang sama. Setelah aba aba dimulai , masing masing peserta menunjukkan kekuatannya, ada krama yang bertugas menggelitik tubuh peserta. Peserta yang tidaka tahan gelitikan, tentu akan melepas pegangannya, sehingga kekuatannya menjadi lemah. Permainan ini dinyatakan selesai manakala peserta berhasil menarik Bun yang dipegang lawan.

Begitulah seterusnya , hingga semua peserta mendapat kesempatan tampil . Sorak sorai gembira terasa ketika peserta mampu menarik lawan dengan gigihnya. Peserta selalu tampil bersemangat tiap kali tradisi ini digelar. Setelah Mbed-mbedan selesai , krama kemudian berkumpul , menikmati lungsuran tipat bantal bersama-sama. Suasana kekeluargaan dan kebersamaan betul-betul tampak dalam upacara atau tradisi itu. Boleh dikatakan , krama Desa Adat Semate membuka lembaran hari pertama pasca Nyepi  Tahun Baru saka (Ngembak Geni) dengan spirit kebersamaan. Diawali dengan persembahyang bersama, terlibat  dalam pelaksanaan tradisi atau upacara warisan leluhur secara bersama-sama , kemudian menikmati lungsuran paican Ida Batara secara bersama pula.












0 komentar:

Posting Komentar

 

Arsip dan Catatan Pribadi Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger